Empat jam dari kota pekanbaru menuju istana Siak, melewati hamparan pohon-pohon sawit yang berjejer rapi di kiri dan kanan jalan. Hingga akhirnya sampai di sebuah jembatan panjang nan megah yang menandakan bahwa anda telah memasuki kabupaten Siak.
Istana Siak merupaka objek wisata yang terkenal di daerah Siak, kerajaan Siak berdiri selama lebih dari dua abad, dari tahun 1723 hingga tahun1946. Akhir kerajaan ini seiring denga nikrar sultan terakhirnya, Sultan Syarif Qasim II untuk bergabung dengan negara kesatuan Republik Indonesia, ketika Indonesia merdeka dari jajahan Belanda. Sejak itulah, Kerajaan Siak menjadi bagian yang tak terpisahkan lagi dari Republik Indonesia.
Istana Siak hingga saat ini keadaannya masih terawat dengan baik, meskipun telah berulang kali mengalami pergantian cat. Bentuk dari istana sendiri masih dijaga keasliannya. Untuk memasuki bangunan bergaya campuran antara Eropa, Turki, dan Melayu ini cukup membayar tiga ribu rupiah untuk orang dewasa dan 2500 rupiah untuk anak-anak dan 1000 rupiah untuk penitipan sendal.
Ketika pertama kali memasuki istana Siak anda akan disuguhkan dengan beberapa patung bak pejabat kerajaan, dengan raja duduk di singgasananya, patung-patung itu seolah-olah bercerita tentang raja dan menteri-menterinya yang tengah sibuk membicarakan suatu hal yang penting. Di sekeliling tempat raja duduk bersama menteri-menterinya, terdapat cermin berbingkai besar yang menempel di dinding-dindingnya. Diantara cermin-cermin tersebut ada sebuah cermin ukuran biasa yang diletakkan di salah satu sudut ruangan tersebut, cermin itu adalah cermin permaisuri kerajaan Siak, Tengku Agung. Cermin tersebut terbuat dari kristal. Menurut penjaga istana, M. Pardianto, konon jika seseorang bercermin di situ maka ia akan menjadi awet muda.
Ruangan itu seperti perempatan jalan, belok kanan, kiri dan lurus adalah ruangan lain dari istana. Belok kanan adalah ruangan berisi tempat duduk atau tempat makan kerajaan, di situ diletakkan didalam lemari kaca sebuah singgasana yang merupakan replika dari singgasana aslinya yang berlapis emas 18 karat. “yang asli diletakkan di museum nasional,” ujar Pardianto.
Berbagai ornamen diletakkan disitu, di dinding atas tampak berbagai macam hiasan berupa kepala anjing yang menggigit burung dan kelinci. Hiasan tersebut bukan hanya hiasan yang hanya memperindah ruangan, tetapi juga memiliki makna yang mendalam. Pardianto mengatakan, Pada zaman penjajahan dulu, ketika mengadakan perundingan dengan Belanda, diperoleh kesepakatan yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Namun jauh panggang dari api, seperti dalam perundingan dengan perusahaan dagang milik Belanda, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), sultan Siak dan masyarakatnya harus untuk menjual rempah-rempah dan barang lainnya kepada Belanda, dan tidak di perbolehkan menjual kepada yang lain. Belanda membeli dengan harga yang sangat murah dan secara perlahan-lahan Masyarakat kerajaan Siak mengalami penderitaan. “Itu adalah bahasa kiasan yang digunakan sultan untuk belanda, Jadi belanda di ibaratkan seperti anjing, dan bangsa kita yang menderita diibaratkan sebagai burung atau kelinci” tuturnya.
Di ruangan lain diletakkan berbagai peninggalan kerajaan seperti meriam, payung raja, foto keluarga, alat musik komet, Gendang Nobat, canang, dan berbagai peninggalan kerajaan lainnya.
Banyak mitos-mitos yang berkembang dikalangan masyarakat yang mengunjungi istana Siak, selain dari cermin permaisuri tadi ada juga kisah menarik dari berangkas besi milik raja. Menurut cerita berankas besi baja berwarna hitam tersebut tidak pernah berhasil dibuka, meski telah dicoba berkali-kali bahkan hingga memakai bor untuk bisa membukanya, bekas-bekas upaya untuk membuka brankas tersebut masih terlihat dengan jelas.
Ada dua tangga yang menghubungkan antara lantai satu ke lantai dua yaitu tangga naik dan tangga turun. Tangga berbentuk spiral ini berwarna kuning di padu dengan merah hati dan berlubang-lubang seperti saringan yang menyerupai corak batik. Cerita yang beredar adalah jumlah anak tangga yang dihitung setiap orang selalu berbeda-beda. Ada pula yang menyebutkan bahwa jumlah anak tangga ketika naik akan berbeda dengan jumlah ketika turun. “dulu saya hitung sampai 28 tapi teman saya sampai sampai 29,” tutur Alfin, pengunjung.
Air sumur yang terletak dibelakang istana juga dipercaya memiliki kemampuan magis. Konon air ini mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit. ”airnya di ambil oleh masyarakat untuk obat penyakit dan airnya itu bisa diminum” ujar Pardianto “terserah kita mau percaya apa tidak,” tambahnya.
0 komentar: