Tanah Minang atau Sumatera Barat (Sumbar) memang terkenal
dengan alam yang mempesona. Baik di darat mau pun di laut. Baik itu wisata
sejarah, gunung, pantai dan lain sebagainya.
Bulan November ini aku berkesempatan untuk menelusiri keindahan
Sumbar, lebih tepatnya ke gugusan pulau-pulau di bawah nama besar Pulau Mandeh.
Beberapa hari sebelum keberangkatan, panitia Gathering
Jurnalist Partner Capella Honda
telah memberitahu rundown kegiatan yang akan kami laksanakan di
sana. Untuk itu, tentu saja banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum
berangkat.
Menurut jadwal, kami akan berangkat dari Pekanbaru Jumat
malam dan pulang pada hari Ahad. Berarti semalaman di perjalanan dan dua hari
di Sumbar.
Persiapan Pergi ke Pantai
Setiap orang pasti berbeda-beda tentang persiapan pergi ke
pantai. Kalau aku sendiri lebih menyukai persiapan sesederhana mungkin tetapi
tidak membuatku merasa kekurangan selama di negeri orang. Berikut beberapa hal
yang harus dibawa jika ingin ke pantai berdasarkan pengalamanku. Menurut jadwal,
Jumat malam berangkat, Sabtu jelajah Pulau Mandeh, kemudian bermalam di salah
satu hotel di Padang, kemudian keesokan harinya pulang dan singgah sebentar ke
Bukititinggi.
Baju
Karena aku pergi dari tanggal 15-17 November. Satu stel
pakaian yang dipakai selama perjalanan berangkat. Satu stel untuk bermain di
pantai, satu stel baju ganti, dan satu stel untuk pulang, kalau mau bawa baju
tidur juga tidak apa-apa. Tapi bisa juga diminimalisir dengan pakaian berangkat
dan bermain di pantai sama (toh selama perjalanan juga tidak kotor). Pakaian
dalam tinggal menyesuaikan saja.
Sandal
Mungkin terkesan sederhana, tapi sandal ini penting dibawa
ketika di pantai. Akan sangat merepotkan jika kemana-mana pakai sepatu,
sementara air dimana-mana, yang ada ujung-ujung kamu bakal memilih untuk
bertelanjang kaki. Tapi jika malas membawa, ada yang menjual kok di sekitar
pantai, harga lebih mahal tapi tetap terjangkau.
Kacamata renang
Aku sendiri menyesal lupa membeli kacamata renang sebelum
pergi ke pantai. Pasalnya, kacamata renang di pantai biasanya khusus untuk snorkeling
yang menutupi mata dan hidung. Karena menutupi hidung inilah, aku kesulitan
mengatur nafas karena tak biasa dan lebih cepat lelah. Tapi tak tahu kalau
orang lain. Kalau pakai kacamata renang yang hanya menutup mata lebih mudah
mengatur nafas, menurutku tentu saja.
Alat mandi
Ya namanya habis berenang di laut, pasti harus ganti baju
kalau sudah selesai, jangan lupa mandi pakai sabun.
Topi
Ini tidak wajib, tapi bagus untuk berfoto, lagian
cuaca di pantai juga terbilang panas. Setidaknya sedikit mengurangi paparan sinar
matahari langsung ke wajah.
Sunblock
Bukannya sok cantik atau bagaimana, tapi panas di pantai
beda sama panas di kota. Badan lebih cepat menghitam dan akan menyisakan belang
di tangan. Jika tidak ingin hal itu terjadi pakai sunblock solusinya. Aku tidak
pakai, sampai beberapa hari kemudian wajah dan tangan masih terlihat jelas
perbedaan warnanya.
Berangkat ke Sumbar
Sebelum berangkat ke Sumbar, rombongan terlebih dahulu
mendengarkan materi dari pihak Honda Capella terkait Honda Smart Key System.
Dari jam 16.00-17.30 WIB. Setelah itu menunggu beberapa teman yang terlambat
datang dan kami benar-benar berangkat setelah Isya.
Setelah itu, kami makan malam di Cak Rohim yang ada di Jalan
Subrantas, Pekanbaru. Untuk menempuh perjalanan jauh, jangan lupa perut harus
penuh. Jangan dibiarkan kosong. Kalau kosong akan cepat merasa mual, bagi
pemabuk hal ini akan semakin memperparah keadaan. Isi perut penuh, maka akan
meminimalisir mual dan muntah selama perjalanan.
Sekitar 18 orang yang berangkat menuju Sumbar, cukup sedikit
untuk memenuhi bus pariwisata yang kami pakai. Tapi hal ini memberikan kelegaan
untukku dan sebagian orang, karena aku bisa dengan leluasa berbaring di kursi. Tidak
ada orang yang duduk di sampingku sehingga aku menjadi penguasa dua kursi. Sebuah
kelegaan hangat dan kenyamanan dalam ruang sempit.
Pagi hari kami telah tiba di Padang, kemudian melanjutkan
menuju Kecamatan Tarusan. Jalan ke sana harus melewati kelokan-kelokan tajam,
bahkan aku hampir muntah ketika melewati jalan tersebut. Nasi Cak Rohim semalam
telah menguap bersama keringat, nasi goreng pagi hari sebelum melanjutkan
perjalanan rasanya tak cukup mengisi rongga-rongga lambungku.
Benar saja, sesampainya di Tarusan aku langsung muntah
setelah aku tak mampu menahan rasa mual akibat jalan yang berkelok tajam.
Aku berganti pakaian, gosok gigi, cuci muka meski tidak
mandi sebelum menyeberang ke Pulau Setan/Soetan. Di gugusan Pulau Mandeh ini
rute yang akan kami telusuri adalah dari Dermaga Tarusan, Pulau Soetan, Pulau
Cubadak, Pulau Sironjong Ketek, Sungai Gemuruh dan kembali lagi ke
Tarusan.
Terdapat dua kapal yang akan menemani perjalanan kami,
rombongan dibagi menjadi dua. Tour guide lokal juga siap menunjukkan
tempat-tempat indah yang kami kunjungi. Vino namanya, sebelum berlayar ia
memberikan arahan, memimpin do’a dan
menjadi fotografer dadakan.
Rombongan Honda Jurnalist Gathering 2019 |
Pulau Soetan/Setan
Pulau ini dikenal dengan nama Pulau Setan, meski demikan
tentu saja tak seseram namanya. Pulau ini justru sangat indah, puluhan
perahu-perahu yang membawa wisatawan di tepi pantai. Di pulau ini ada puncak
dengan nama Puncak Pupi. Tangga tanah menuju ke atas terlihat masih baru
dibuat.
Seorang pria paruh baya dengan cangkulnya sedang
beristirahat di kelokan sebelum menuju puncak. Tidak terlalu tinggi, tak jauh
dari pria tersebut terdapat baskom tempat menaru uang. Pengunjung cukup
membayar seikhlasnya setelah turun dari puncak. Itung-itung uang lelah bapak
itu saat merapikan tanah menjadi tangga agar bisa diakses wisatawan. Di puncak
ini terdapat sebuah spot untuk berfoto dengan latar belakang pemandangan
laut dari ketinggian. Tidak akan menyesal deh.
Berfoto di Puncak Pupi Pulau Soetan, Sumbar |
Setelah itu kami bermain banana boat. Ini kali
pertama, maklum sebelumnya ke pantai dananya pas-pasan, mumpung gratis kenapa
tidak dinikmati, kan ada yang bayarin. Hahaha
Salah satu rekanku meminta agar tidak dijatuhkan saat naik banana
boat. Tentu saja banyak penolakan dari rekan yang lain. Mau tidak mau harus
menerima, kalau aku sih lebih memilih diceburkan di laut, pasti rasanya lain.
Kami mengira tidak akan diceburkan, setelah banana boat
ditarik oleh speed boat menyeberangi hingga mendekati pulau seberang
kami berbalik lagi. Tidak ada diceburkan, beberapa di antara kami mengeluh
karena tak kunjung diceburkan. Saat mendekati bibir pantai, speed boat
berbelok tajam dan membuat banana boat terbalik. Sontak hal tersebut membuat
terkejut semua penumpang yang tak mengira akan diceburkan. Bahkan ada yang
terbatuk-batuk saat air masuk ke hidung dan mulut.
Puas bermain banana boat kami makan siang, setelah
itu bermain lagi. Main apa? Ya berenang lah, jauh-jauh ke pantai kalau nggak
berenang ya sayang dong. Kecuali jika pantainya memang tidak
ramah untuk berenang. Di Pulau Soetan ini kami berenang di antara
perahu-perahu. Sesekali melompat dan black flip dari perahu.
Segar sekali, air laut memang berbeda dengan ari di kolam
renang. Tidak ada terasa capek saat menceburkan diri di laut. Badan lebih
ringan meskipun rasanya asin.
Pulau Cubadak
Pulau Soetan bukan tempat untuk snorkeling. Tempat yang
lebih tepat adalah Pulau Cubadak, airnya yang jernih dan karang-karang yang
sangat banyak akan memanjakan mata sambil menyelam bersama ikan-ikan
berwarna-warni.
Inilah alasan kenapa aku mengatakan menyesal tak membawa
kacamata renang. Aku kesusahan memakai kacamata renang yang menutupi sampai
hidung, meskipun aku bisa membuka mata saat di dalam air tetap saja pandangan
kabur kalau tak memakai kacamata. Belum lagi perih dan merah seusai menyelam.
Meski tak satupun dari kami yang membawa kamera underwater,
untung Bang Vino dengan murah hati mau memotret kami dengan kamera bawah
airnya. Untuk mendapatkan foto yang epic butuh perjuangan, karena terkadang
ikan-ikan lari saat didekati. Sehingga Bang Vino dan timnya harus memberi makan
ikan terlebih dahulu, agar ikan-ikan berdatangan dan mendapatkan jepretan yang
diiinginkan.
Ketek dalam bahasa minang artinya kecil. Di sebelah
Sironjong Ketek ada Pulau Sironjong Godang (besar). Aku melihat
Sironjong seperti sebuah tebing yang tinggi. Di sana terdapat anak tangga dan
dua buah tempat untuk cliff jumping, itu loh yang meloncat ke air dari
ketinggian.
Cliff jumping yang pertama memiliki tinggi sekitar
lima meter, sedangkan yang paling atas setinggi 15 meter. Bang Vino tidak
menyarakankan untuk melompot di ketinggian 15 meter. Menurutnya, tak jarang
wisatawan mengalami patah tulang usai melompat ke air dari ketinggian tersebut.
Hal ini disebabkan posisi jatuh yang salah tentu saja.
Kami tidak berlama-lama di Sironjong Ketek, hanya
satu orang dari kami yang melompat, itu pun dari ketinggian lima meter. Kami hanya
menonton wisatawan lain yang berani melompat dari ketinggian tersebut.
Air Terjun Sungai Gemuruh
Setelah dari Sironjong Ketek, kami bertolak ke pulau
selanjutnya. Di sini sangat banyak pohon bakau di tepiannya. Kami harus
melewati anak sungai atau muara yang memiliki lebar sekitar lima meter. Karena air
sedang surut perahu sedikit mengalami kesulitan saat berpapasan dengan perahu
lain.
Monyet-monyet banyak bergelantungan di pohon-pohon bakau,
air yang tadinya biru perlahan berubah menjadi lebih keruh saat semakin jauh
kami menyusuri sungai.
Ekspektasiku dengan kata air terjun adalah air yang jatuh
dari ketinggian. Tetapi di Sungai Gemuruh ini bukan air yang jatuh dari tempat
tinggi, melainkan air yang mengalir dari atas ke bawah melalui batu-batu besar
sebesar gajah dan anak-anaknya. Kami bermandi ria di sana, karena berbeda
sumber tentu saja air di sini tidak asin alias tawar.
Puas bermain dan mandi air di sana kami kembali berlayar
menuju tempat kami berasal. Kembali lagi ke Dermaga Tarusan untuk berganti baju
dan menuju Kota Padang untuk menghabiskan malam. Kembali berlayar ke Pulau
Kapuk (tidur).
Bukittinggi
Awalnya kami berencana ke Bukittinggi pukul 08.00 WIB. Tetapi
karena hotel tempat kami menginap jika keluar harus melewati jalan yang
merupakan jalur Car Free Day (CFD). Sehingga bus baru bisa keluar
setelah pukul 10.00 WIB.
Di Padang berbeda dengan Pekanbaru, jika di Pekanbaru jalan
dibuka pukul 09.00 WIB tepat, kalau di Padang baru jam 10.00 WIB dibuka. Sehingga
kami harus menunggu sambil sarapan lontong yang tak jauh di Jalan Kereta Api.
Kenyang usai mengisi perut, demi menghabiskan waktu aku
berjalan-jalan menyusuri jalur CFD. Begitu banyak kegiatan dan jalurnya cukup panjang dan lengang. Tak lupa
aku membeli piza Rp 10 ribuan di Transmart Padang untuk bekal perjalanan. Hanya
sarapan lontong tak akan membuat kenyang perut, apalagi harus menempuh dua jam
lebih perjalanan menuju Bukittinggi. Salah satu rekanku membelikanku tiga buah
donat yang juga dijual di Transmart Padang.
Gedung Transmart Padang memang berada di tepi jalur CFD
sehingga saat itu mereka membuka lapak khusus untuk para pengunjung CFD.
Perjalanan panjang menuju Bukittinggi kala itu diawali
dengankaraoke teman-teman di bus. Mulai dari lagu Judika, lagu dangdut hingga
lagu Minang. Seperti biasa aku kembali tenggelam dalam tidurku berbantalkan tas
ransel kesayangan.
Sampai di Bukittinggi hal pertama yang kami lakukan adalah
mencari Nasi Kapau khas Ranah Minang. Menyusuri Janjang Gudang, sebuah tangga
menuju pasar yang tak jauh dari Jam Gadang. Kami melewati orang-orang yang berjualan
di sepanjang tangga, mulai berjualan pakaian, aksesoris, makanan ringan, dan
oleh-oleh khas Sumbar. Semakin ke dalam semakin banyak orang berjualan.
Aku menyarankan jika ingin membeli oleh-oleh makanan khas
Sumbar, lebih baik di sini. Jika singgah di tepi-tepi jalan lintas, biasanya
harga lebih mahal. Perbandingannya bisa sampai Rp 5 ribu, tapi terserah sih
mau beli dimana. Ini hanya saran.
Kenyang makan nasi kapau kami menuju Jam Gadang, ikonnya
Bukittinggi. Kata orang belum sah ke Bukittinggi kalau tak berfoto di depan Jam
Gadang. Tak sah ke Bukittinggi kalau tak makan nasi kapau. Aish terserahlah.
Dari sini terlihat jelas pemandangan Gunung Marapi yang gagah
mempesona. Berganti-gantian kami mengambil foto. Tak lupa membuat foto epic
dengan gaya lompat atau levitasi. Perlu berulang-ulang kali jepret untuk
mendapatkan gambar yang nyaris sempurna.
Usai berfoto, berjalan-jalan dan menikmati alam serta pemandangan,
kami kembali menuju bus yang telah menunggu lama. Setelah semua anggota masuk
ke bus, aku kembali menenggelamkan diri dalam tidur panjang.
Ketika tiba di Bangkinang, kami terlebih dahulu mengisi
perut dengan sate, lalu melanjutkan perjalanan lagi. Sekitar pukul 00.00 WIB
kami tiba di Pekanbaru dan pulang ke rumah masing-masing.
Terimakasih, untuk Capella Honda yang mensponsori perjalanan
ini.
15-17 November 2019
15-17 November 2019
Ada yang perlu dibawa ke pantai juga yaitu kekasih....wkwkw
ReplyDeleteKamu mau kubawa
Delete?
Deleteoh iya untuk Mandeh mungkin bisa dikoreksi, karena bukan pulau melainkan kawasan atau desa. Dan untuk pulau Cubadak paling disisi lainnya ya, soalnya yang resort tak semua orang boleh masuk. Jadi yagn di Kapo-kapo namnya. Mantap.. liburan ramai ramai
ReplyDeleteWaaah mksih koreksinya bg...
DeleteSeru banget! Jiwa liburanku memanggil! Haha. Aku baru tahu ada spot snorkeling kece di sumbar. Pulau Cubadak, auto masuk list! Gak perlu jauh jauh ke pulau di sisi timur indo atau negeri mango sticky rice untuk snorkeling!
ReplyDeleteThank you for sharing Kak!
Seru banget, sumbar emang belum sempat terjelajahi nih. Paling sekitar Bukit Tinggi dan Padang, lain-lainnya belum. Apalagi kalau bisa jalan-jalan ramean kaya gini. Duuuuhh seruuu
ReplyDeleteAku baca ini langsung ngiler liburan huhu.. Seru banget jalan2 ke sana sih, kepengan banget jadinya hehe
ReplyDelete