Tawangmangu, Jawa Tengah |
Di tulisan kali ini aku ingin membahas tentang pesona
keindahan Gunung Lawu yang berlokasi di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur. Kebetulan beberapa
waktu lalu, aku berkesempatan untuk pulang kampung dari Surakarta atau Kota
Solo ke Jawa Timur.
Aku menuliskan ini karena begitu takjub melihat surga yang
dihamparkan Tuhan di tanah Jawa ini.
Aku sudah beberapa kali pulang ke Jawa Timur, baik ke ke kampung halaman
bapakku di Ngawi, atau ke Ponorogo tempat bu lekku tinggal.
Pertama Kali
Pertama kalinya, aku melintasi jalur yang melewati daerah
Sarangan, lalu Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar hingga akhirnya sampai di
Solo bersama kakakku, tentu saja mengendarai sepeda motor.
Memang ada jalur lain yang tidak melintasi gunung, tapi
katanya jalur gunung lebih dekat dan lebih indah sehingga saat melintas bisa
sambil menikmati pesona keindahan Gunung Lawu sepanjang perjalanan.
Kendati demikian,
saat pertama kali aku berangkat dari Ngawi, Jawa Timur sudah cukup sore
yaitu sekitar pukul 17.00 WIB. Sehingga ketika sampai ke Sarangan, halimun
telah turun.
Hujan gerimis dan angin dingin menerpa kami, untung saja
kami mengenakan jas hujan sehingga sedikit banyak dapat membantu badan terasa
hangat.
Menurutku, di lereng Gunung Lawu, lokasi terdingin yaitu di
ketinggian 1.800-an mdpl yaitu di Cemoro Sewu dan Cemoro Kandang, brrrrr,
dinginnya luar biasa.
Menyesal kami menghiraukan saran agar tidak berangkat
terlalu sore, karena kabut tebal di area pegunungan benar-benar menghalangi
jarak pandang kami.
Tidak ada yang bisa dinikmati selain pemandangan suram halimun Gunung Lawu.
Namun, saat turun dari Cemoro Kandang, lega kelegaan hangat mulai menjalari. Gerimis
mulai berhenti, dan matahari terbenam terlihat memamerkan keindahannya, sebelum
akhirnya tenggelam meninggalkan kegelapan.
Hitam dan gelap, hanya lampu sepeda motor yang memberikan
energi positif di perjalanan kami menuju Surakarta kala itu. Besok-besok, aku tidak
akan lewat gunung jika lebih dari jam 3 sore.
Kedua Kali
Belajar dari pengalaman, aku menghindari kabut Gunung Lawu.
Dari arah Solo aku mengegas sepeda
motorku sekitar pukul 14.00 WIB lewat setengah jam.
Tak ketinggalan
kubawa mantel Indomaret Rp10 ribuan, berjaga-jaga jika hujan nanti akan turun.
Aku sudah melihat prediksi cuaca hari
itu dan tidak akan turun hujan.
Namun, baru sampai di Karanganyar, cuaca menjadi mendung. Aku sedikit khawatir
jika akan turun hujan lebat. Tentu saja aku berusaha untuk positive thinking.
Meskipun aku sudah pernah melewati jalur yang sama menuju
Ngawi melintasi Tawangmangu, tetap saja aku tidak ingat. Maps menjadi penunjuk
jalan yang baik walaupun suka memberikan jalan yang sepi dan menanjak curam,
serta suram.
Sedikit aku menyesal menggunakan Maps. Kuberitahu Kawan, lebih
baik mengandalkan plang saja saat
melintasi Tawangmangu, jika tidak kita akan ditunjukkan jalan-jalan kecil yang sepi dan seram.
Alhamdulillah, sore itu cuaca sangat cerah. Aku bisa melihat
pemandangan pegunungan, kebun-kebun stroberi,
hingga rumah-rumah warga dari ketinggian.
Aku berdecak kagum, masyaallah. Pemandangan ini sedikit
mengingatkanku dengan pemandangan yang
pernah kulihat di Kelok Sembilan, Sumatera Barat. Tak sama, tapi membawa
nostalgia yang tersisa.
Tepat di Cemoro Kandang, aku memarkirkan sepeda motorku di
depan kedai, untuk menyeruput secangkir susu cokelat hangat, dan menyantap
sepiring sate ayam.
Baca Juga: Ngopi di Cemoro Kandang
Aku menghabiskan beberapa hari di awal Ramadan di Kendal,
Ngawi, Jawa Timur. Pulang kembali ke Solo, tentu aku lebih memilih lewat gunung
lagi. Cuaca panas menjadi alasan yang kuat.
Berangkat dari Jawa Timur pukul 14.00 WIB aku berhasil
menghindari kabut di daerah sekitar Sarangan. Namun, meleset. Kabut pekat
muncul saat aku turun dari Tawangmangu. Aku hanya bisa pasrah, mengegas sepeda
motor pelan-pelan untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.
Alhamdulillah aku bisa sampai ke Solo dengan selamat.
Ketiga Kalinya
Tidak kapok, aku terus belajar agar tak mengulang kesalahan
yang sama. Oleh karena itu, aku menghindari waktu berangkat setelah zuhur, dan
memilih berangkat pagi hari sekitar pukul 09.00 WIB dari Kota Solo,
Pilihan ini
benar-benar pilihan yang sangat tepat. Cuaca cerah sepanjang pagi. Kabut tidak
muncul, apa yang sebelumnya tersembunyi di balik kabut kini menampakkan
wujudnya.
Hal tersebut semakin membuatku berdecak kagum. Jalanan yang
berkelok, dan arah di depanku adalah gunung yang gagah dan indah, tanpa
begitu banyak awan yang menghalangi.
Tawangmangu, Jawa Tengah saat cerah |
Aku yang norak dan jarang melihat pemandangan tersebut pun
berkali-kali berhenti untuk sedadar mengambil gambar dengan gawaiku. Sulit
untuk dilukiskan dengan kata, hanya
gambar yang bisa menunjukkan cerita.
O ya, tujuanku kali ini adalah Ponorogo, aku merasa sudah
hafal dengan jalan dan berencana menggunakan Maps, ketika nanti sudah turun dari daerah Sarangan.
Si bodoh ini malah keasikan menikmati pemandangan. Turun
dari Sarangan bukannya segera menyalakan Maps, malah berleha-leha sambil
berkata dalam hati “Ah nanti saja, lihat palang juga pasti sampai”.
Alhasil aku mengambil jalur yang kurang tepat, dimana
seharusnya dari Sarangan aku bisa sampai sekitar 40 menit, menjadi 1,5 jam
karena terlalu jemawa.
Balik dari Ponorogo ke Surakarta aku melalui jalan yang seharusnya. Jalanan memang tak selebar jalan yang ku tempuh saat dari Surakarta. Tapi pemandangannya amat, sangat, luar biasa.
Ponorogo-Sarangan |
Terutama di daerah Poncol, Magetan. Di kanan jalan terdapat
sawah-sawah dengan background Gunung Lawu. Di sebelah kiri perbukitan yang
mirip dengan dengan pegunungan Bukit Barisan yang ada di Sumatra.
Poncol, Magetan, Jawa Timur |
Aku sangat khawatir tidak bisa fokus pada jalan karena mata jelalatan melihat ke kanan dan ke kiri saking indahnya.
Gunung Lawu, Poncol, Magetan, Jawa Timur |
Tak lupa aku sesekali mengambil gambar untuk kupamerkan ke teman-temanku.
Telaga Wahyu, Sarangan, Jawa Timur |
Maafkan aku yang norak ini.
0 komentar: